Oktober 25, 2010

KONSEP KESELAMATAN DALAM TEOLOGIA PETRUS


I.                   Pendahuluan
Surat-surat Petrus, baik yang pertama maupun yang kedua adalah surat-surat yang pendek namun di dalamnya terdapat banyak ulasan yang berhubungan dengan keselamatan. Petrus tentunya memiliki pandangan yang khas ketika ia berbicara mengenai keselamatan. Untuk itu, berdasarkan surat-surat Rasul Paulus tersebut, penulis akan membahas mengenai konsep keselamatan Petrus, respon manusia terhadap keselamatan, dan aplikasinya bagi orang yang telah diselamatkan oleh Kristus.

II.                Arti ”keselamatan” menurut Petrus
Di dalam surat-surat Petrus, istilah-istilah yang dipergunakan untuk mengungkapkan konsep keselamatan ialah soteria, salvation - keselamatan (I Pet. 1:5; 2 Pet. 3:15); anagennesas, have been born anew - dilahirkan baru (1 Pet. 1:18); elutrothete, to be ransomed - ditebus (1 Pet. 1:18). Ketiga istilah tersebut mengasumsikan beberapa hal sebagai berikut:[1]
1. Manusia itu berada di bawah kontrol suatu kuasa sehingga kehilangan kebebasan sejati.
2. Manusia tidak berdaya menyelamatkan dan membebaskan dirinya sendiri.
3. Manusia memerlukan intervensi dan bantuan pihak ketiga untuk diselamatkan dan memperoleh kembali keselamatannya.
4. Pihak ketiga membayar harga tebusan untuk membebaskan manusia.
5. Keselamatan dan etika erat hubungannya sehingga keselamatan itu dibarengi
dengan lahir baru.

III.             Konsep Keselamatan Menurut Teologia Petrus
2.1. Konsep keselamatan
1. Keselamatan erat hubungannya dengan pemilihan dari Allah Tritunggal
Di dalam 1 Petrus 1:1-2 dikatakan:

“Dari Petrus, rasul Yesus Kristus, kepada orang-orang pendatang, …. yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu.”

Di sini keselamatan diungkapkan dalam tiga pengertian: “dipilih”, “dikuduskan”, “taat dan menerima percikan darah-Nya”. Di dalam ketiga pengertian itu Allah Bapa, Roh Kudus dan Yesus Kristus bekerja bersama-sama. Dari pernyataan Petrus ini, dapat disimpulkan pula bahwa keselamatan itu erat hubungannya dengan pemilihan yang berasal dari Allah Bapa sesuai dengan rencana-Nya yang kekal. Keselamatan direncanalan sejak kekekalan (1 Pet.1:20), tetapi dinyatakan dalam sejarah.[2] Pemilihan Allah di dalam Perjanjian Lama yang merupakan karakteristik bangsa Israel (Ul. 14:2; Yes. 45:4), di sini dikenakan kepada masyarakat Kristen sebagai Israel baru (1 Pet. 2:9-10).[3]
Peran Roh Kudus dalam keselamatan sangat penting. Karena pekerjaan Roh Kudus di dalam pengudusan itulah maka orang-orang yang diselamatkan beroleh hidup baru dan mengambil bagian dalam kodrat ilahi. Ini merupakan proses penting di dalam keselamatan.[4] Pekerjaan Keselamatan dari Allah di dalam Kristus itu sedemikian rupa sehingga orang-orang percaya disebut ciptaan baru. Ini dimungkinkan oleh kuasa Allah yang dinyatakan di dalam pekerjaan Roh Kudus.
2. Keselamatan hanya karena anugerah Allah
Petrus selanjutnya menekankan bahwa Allah yang menyelamatkan itu adalah Allah yang penuh rahmat dan anugerah. Ketika berbicara tentang keselamatan, Petrus menyebut Allah sebagai Allah sumber segala kasih karunia atau anugerah (1 Pet. 5:10). Bagi Petrus kasih karunia atau anugerah Allah itu sangat prinsipil sehingga ia dapat menasihatkan: “..... letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus” (1 Pet. 1:13). Pernyataan ini pertama-tama mengingatkan bahwa di dalam konsep keselamatan rasul Petrus, anugerah itu sangat penting. Yang kedua, anugerah Allah itu tidak akan habis sampai kedatangan Kristus kembali. Kata dianugerahkan pada ayat di atas di dalam bahasa Yunani ditulis dalam bentuk present participle. Present continuous tense dari participle ini mengindikasikan bahwa kapan saja Kristus dinyatakan, pada masa lampau, sekarang, atau yang akan datang, anugerah/kasih karunia Allah selalu dicurahkan.[5] Oleh sebab itu Leon Morris menekankan: “Kasih karunia adalah kebiasaan Allah yang terus menerus.” Kasih karunia juga selalu dihubungkan dengan kehidupan orang-orang yang diselamatkan (1 Pet. 3:7; 5:5), sehingga Petrus menasihatkan orang-orang percaya untuk menjadi “pengurus yang baik dari kasih karunia Allah” (1 Pet. 4:10). Ini berarti bahwa Allah memberikan kasih karunia kepada orang-orang percaya untuk menghadapi bermacam-macam situasi yang mereka hadapi di dalam kehidupan sehari-hari dan mereka harus mempertanggung-jawabkannya.
3. Kesengsaraan Yesus dan Kematian-Nya merupakan proses penebusan
Di satu pihak Petrus melihat bahwa keselamatan itu berasal dari kehendak Allah Bapa, di lain pihak Petrus juga yakin bahwa keselamatan itu dilaksanakan melalui jasa dari pekerjaan sang Anak. Petrus yakin benar bahwa kematian Kristus merupakan titik yang terpenting di dalam pekerjaan Kristus untuk keselamatan manusia. Oleh karena apa yang telah dikerjakan di bukit Golgota, maka saat ini manusia diperdamaikan dengan Allah. Di dalam pembukaan suratnya, Petrus menyebutkan “percikan darah Kristus” (1 Pet. 1:2).[6] Darah itu sendiri mungkin berarti kematian yang keras dan kejam, tetapi “percikan darah” menunjuk pada “kurban”. Saat yang paling khidmat di dalam persembahan kurban di atas mezbah itu ialah saat darah kurban dipercikkan ke atas mezbah oleh imam. Jelaslah bahwa istilah “percikan darah” itu menyatakan bahwa Petrus melihat kematian Kristus sebagai kurban.
Berulangkali Petrus mengatakan bahwa Kristus adalah Juruselamat (2 Pet 1:11; 2:20; 3:2, 18).[7] Petrus menekankan bahwa dalam karya keselamatan Kristus, Yesus : Ia adalah korban yang sempurna, seperti domba yang tak bercacat dan bercela (1 Pet.1:19); Ia tidak berdosa(1 Pet.1:22); Ia mati sebagai pengganti sekali untuk semua, yang tanpa salah bagi orang yang bersalah (1Pet.3:18). Petrus menekankan tindakan, bahwa ia dibunuh untuk manusia. Kata ganti menekankan bahwa Kristus mati bagi orang berdosa (1 Pet.2:24). Ia menebus mereka dari perbudakan dosa (1 Pet.1:18).[8] Ia menyelesaikan keselamatam melalui kebangkitan-Nya, memberikan orang percaya suatu hidup yang penuh pengharapan. (1 Pet.1:3).[9]
Sepanjang suratnya Petrus selalu mengingatkan jemaat kepada pengorbanan salib sehingga darah Kristus itu tidak bisa berarti lain dari pada kematian dan kesengsaraan Kristus. Selanjutnya, Petrus menyatakan kematian Kristus sebagai suatu proses penebusan (1 Pet. 1:18). Kata elutrothete - ditebus, berasal dari kata lutroo yang berarti dibebaskan dengan tebusan. Penebusan Kristus ini lain daripada yang lain karena Kristus tidak menebus dengan barang yang fana, perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal atau dalam bahasa Inggris precious. Precious atau mahal mengandung dua maksud. Yang pertama, mahal dalam arti nilainya mahal; dan yang kedua, mahal dalam arti sangat dihargai dan dimuliakan. Darah Kristus memang mahal dan mulia karena darah itu darah Anak Allah yang telah berinkarnasi.[10] Keselamatan bagi manusia dijadikan oleh Kristus dengan melakukan penebusan dengan darah-Nya yang indah.
4. Orang yang diselamatkan harus mempertanggungjawabkan keselamatannya
Oikonomos, pengurus rumah ialah suatu kata yang melukiskan seorang hamba yang diserahi kepercayaan untuk mengurus harta benda tuannya. Hamba semacam ini mempunyai kebebasan yang cukup, namun ia harus bertanggung jawab di hadapan tuannya. Petrus menggunakan gambaran ini untuk menunjukkan bahwa orang-orang yang diselamatkan itu tidak memiliki apa-apa yang berasal dari dirinya sendiri, tetapi segalanya berasal dari anugerah Allah.[11] Pada saat yang sama Petrus juga menunjukkan bahwa orang-orang yang diselamatkan harus menggunakan kasih karunia yang diperolehnya itu dengan penuh tanggung jawab. Kasih karunia tidak menganjurkan ketidak bertanggung jawaban. Selain kasih karunia yang harus dipertanggungjawabkan, pada saat yang sama kasih karunia Allah itu juga memelihara orang-orang yang diselamatkan sampai selama-lamanya (1 Pet. 3:12).
5. Orang yang diselamatkan mengalami kelahiran baru
Selanjutnya Petrus dua kali menyebutkan bahwa Allah melahirkan kembali orang-orang yang percaya (1 Pet. 1:3; 23). Dikatakan di dalam ayat 3 tersebut: “Allah melahirkan kita kembali bukan oleh benih yang fana, tetapi oleh Firman Allah yang hidup dan kekal.” Gambaran tentang kelahiran baru ini memberikan implikasi bahwa seseorang tidak dapat dilahirkan menurut kehendaknya sendiri. Gambaran ini menekankan bahwa di dalam proses keselamatan, unsur ilahi merupakan prioritas dan juga kuasa Allah-lah yang menghasilkan kelahiran baru.
Apa yang terjadi dalam kelahiran baru hanyalah merupakan perkataan yang pertama, perkataan yang terahkir adalah warisan yakni “keselamatan yang telah tersimpan di surga bagi kamu” (1:5). Maka dari itu, “Pengharapan” juga merupakan kata kunci penting dalam surat Petrus.
6. Orang-orang yang diselamatkan akan mengalami penderitaan
Di dalam keselamatan itu orang-orang percaya akan mengalami penderitaan. Dalam pasal 5:8, Petrus menggambarkan situasi yang dihadapi orang Kristen di dunia ini, yaitu terbuka luas pada penganiayaan dan penderitaan. Oleh karena itu keselamatan adalah satu-satunya pengharapan.
Petrus berkata: “Sebab itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu, dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya” (1 Pet. 2:21). Jelas di sini Firman Tuhan berkata bahwa Kristus di dalam kematian-Nya itu memberikan teladan bagi umat-Nya.[12] Jikalau Kristus memberikan teladan kesengsaraan demi kasih, maka orang-orang yang diselamatkan juga akan mengalami penderitaan karena kebenaran dan kasih. Kristus bukan hanya sebagai Juruselamat dan Penebus saja, tapi Ia juga teladan bagi umat-Nya dalam hal menderita segala kesengsaraan dan ketidakadilan dengan penuh kesabaran.[13]

2.2. Respons Manusia Terhadap Keselamatan
Dalam konsep keselamatan Petrus nyata bahwa Allah Tritunggallah yang berinisiatif dan yang menyempurnakan, namun Petrus juga menekankan perlunya respons dari manusia terhadap keselamatan yang dikerjakan oleh Allah bagi umat-Nya.
  1. Beriman
Petrus tidak beranggapan bahwa keselamatan di dalam Kristus itu datang kepada manusia secara otomatis. Jalan keselamatan itu terbuka lebar dan jika manusia ingin diselamatkan, ia harus memberikan respons terhadap jalan keselamatan itu. Petrus menegaskan bahwa jawaban manusia terhadap jalan keselamatan itu pertama-tama ialah iman (1 Pet. 1:8, 2:6f). Petrus juga mengatakan bahwa Allah sudah membangkitkan Kristus, “sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju kepada Allah” (1 Pet. 1:21). Dalam hal ini iman dihubungkan dengan permulaan keselamatan, namun iman juga harus menjadi unsur penting di dalam kelanjutan perjalanan iman orang-orang yang diselamatkan. kata Yunani untuk iman ialah pistis yang berarti “kepercayaan yang teguh atau keyakinan berdasarkan pendengaran”. Konsep iman di dalam Perjanjian Baru termasuk pengertian intelektual akan kebenaran yang diwahyukan, melakukan tuntutantuntutan kebenaran itu dan keyakinan atau kepercayaan di dalam pribadi yang diwahyukan. Jadi iman itu harus berlaku pada permulaan keselamatan, namun juga berlaku di dalam kelanjutan hidup orang-orang yang diselamatkan sampai akhir hidupnya, karena di mana ada iman di situlah juga ada kemauan untuk bertindak berdasarkan kebenaran itu.
2. Taat
Selain iman, Petrus juga menekankan ketaatan. Tentunya ini berhubungan erat dengan iman. Petrus tidak bermaksud menambahkan apa-apa guna memperoleh keselamatan dalam Kristus. Iman yang sejati mempunyai konsekuensi yang penting bagi kehidupan orang yang diselamatkan, dan Petrus tidak mengabaikan hal ini. Di dalam pembukaan suratnya Petrus menghubungkan taat dengan “percikan darah Yesus Kristus” (1 Pet. 1:2). Manusia dipilih bukan hanya untuk menerima keselamatan melalui darah Kristus, tetapi juga untuk melayani.
Ketaatan bukan suatu pilihan bagi mereka yang mau hidup lebih jauh lagi, tetapi merupakan hakikat hidup orang-orang yang diselamatkan (1 Pet. 1:14). Orang-orang yang diselamatkan adalah anak-anak taat. Ketaatan kepada Allah adalah ciri khas orang-orang yang diselamatkan, bukan aspek sampingan saja. Bahkan Petrus dapat berkata bahwa penerima suratnya telah menyucikan diri mereka oleh “ketaatan kepada kebenaran” (1 Pet. 1:22). Kehidupan yang taat itu harus dinyatakan di dalam perubahan hidup dan karakter orang-orang percaya. Orang-orang yang diselamatkan harus menjadi suci di dalam segala perilaku kehidupan mereka, bukan karena adanya peraturan-peraturan yang abstrak, tetapi karena Allah yang memanggil mereka itu suci (1 Pet. 1:15-16).
3.      Hidup dalam kebenaran
Salah satu bagian yang paling bermakna di dalam pembicaraan Petrus tentang keselamatan ialah: “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh- Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran .....” (1 Pet. 2:24). Jikalau seseorang telah diselamatkan, maka orang tersebut lahir kembali/baru dan dengan bersandar pada Roh Kudus ia dapat hidup untuk kebenaran. Sebab itu pada pembukaan suratnya, Petrus menyinggung hal “dikuduskan oleh Roh” (1 Pet. 1:2). Ini berarti bahwa di dalam proses penyerahan diri orang-orang yang diselamatkan itu, Roh Kudus memisahkan orang-orang percaya untuk dikuduskan bagi pelayanan Tuhan. Dengan perkataan lain Petrus mengungkapkan supaya orang-orang yang diselamatkan itu “mengambil bagian dalam kodrat ilahi” (2 Pet. 1:4).  
4. Mau menanggung kesengsaraan dan penderitaan
Hidup yang taat ini tentu diikuti juga oleh kesengsaraan atau penderitaan. Kesengsaraan atau penderitaan ini merupakan konsekuensi dari iman Kristen. Orang-orang yang diselamatkan itu dipanggil untuk maksud tersebut (1 Pet. 2:21). Hal itu bukan hal yang mengherankan atau yang luar biasa (1 Pet. 4:12). Jelaslah sudah bahwa penderitaan itu juga merupakan bagian yang wajar di dalam proses keselamatan orang percaya. Namun demikian, Petrus sama sekali tidak pesimis. Ia berkata: “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu” (1 Pet. 5:7). Bahkan Ia menambahkan: “Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu sesudah kamu menderita seketika lamanya” (1 Pet. 5:10). Petrus berpegang pada pengharapan bahwa penderitaan orang-orang beriman akan berlangsung “seketika lamanya”, tetapi Allah akan menguatkan mereka.[14]

IV.             Kesimpulan dan Aplikasi
4.1. Kesimpulan
Dalam Teologi keselamatan Petus, jelaslah bahwa Petrus mempunyai pandangannya sendiri yang khas. Ia memandang dengan jelas kedaulatan Allah di dalam karya keselamatan-Nya. Orang-orang yang diselamatkan-Nya adalah orang-orang yang dipilih-Nya. Jalan keselamatan itu berasal dari Allah sendiri. Keselamatan datang melalui pekerjaan Kristus yang disempurnakan di dalam umat-Nya melalui kuasa Roh Kudus.
Petrus juga menitikberatkan bahwa dari pihak manusia keselamatan itu menuntut iman yang menjadi unsur utama bagi permulaan keselamatan orang-orang percaya dan juga bagi kelanjutan hidup orang-orang yang diselamatkan. Sebagai konsekuensi iman itu, orang yang diselamatkan harus hidup taat dan hidup dalam kebenaran sebagai ciri khas orang yang sudah bertobat. Tentunya hal itu akan disertai juga oleh penderitaan  bagi umat-Nya yang merupakan hal yang lazim akan dialami oleh orang-orang percaya.

            Aplikasi
Aplikasinya bagi orang yang telah diselamatkan oleh Kristus, saat ini adalah:
1.      Sebagai orang Kristen yang mengaku telah diselamatkan, hendaknya memahami bahwa keselamatan itu didapat bukan berdasarkan kemampuan sendiri untuk memperolehnya, melainkan hanya karena kasih karunia Allah. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi orang Kristen untuk tidak bersyukur dan memuliakan Tuhan untuk anugerah keselamatan ini.
2.      Anugerah keselamatan yang telah diberikan Allah ini bukanlah anugerah murahan, karena Yesus yang mengerjakan karya keselamatan tersebut telah menyerahkan diri-Nya sendiri sebagai korban tebusan bagi umat-Nya. Untuk itu umat Tuhan harus menghargai karya keselamatan tersebut, dengan percaya sepenuhnya kepada Tuhan Yesus dan menyerahkan dirinya yang telah diselamatkan itu untuk hidup seturut dengan kehendak-Nya dan bagi kemuliaan nama-Nya (dengan kata lain, orang Kristen harus mempertanggungjawabkan keselamatan itu).
3.      Menjadi pengikut Kristus bukan berarti luput dari penderitaan, penganiayaan, dan kesusahan. Melainkan menjadi pengikut Kristus harus bersedia mengalami penderitaan oleh karena telah percaya kepada-Nya (1 Pet 4:13). Yesus sendiri telah menderita bagi manusia (1 Pet 2:23) dan menjadi teladan bagi umat-Nya (1 Pet 2:21). Oleh karena penderitaan Kristen itu menuruti teladan Kristus, maka tanggapan orang Kristen seharusnya positif, yaitu dengan menghadapinya dengan sukacita. Sebab penderitaan tersebut mengandung penghormatan dan melalui penderitaan tersebut kesejatian iman Kristen mengalami pengujian. Inilah alasan mengapa hal tersebut harus menjadi pokok sukacita juga (1 Pet 1:6-7). Terlebih lagi, didalam penderitaan tersebut, Allah akan tetap menguatkan umat-Nya (1 Pet 5:10).


























Daftar Pustaka

--------Jurnal Teologi Aletheia – Vol 3 no. 5.  Lawang : ITA, 1998.
Kittel, G. and Friedrich, G., Theological Dictionary of the New Testament. Abridged edition, Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co.
Morris, Leon, Teologi Perjanjian Baru.  Malang : Gandum Mas, 1996,
Gutrhrie, Donald, Teologi Perjanjian Baru 1. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1992.
Ladd, George Eldon, Teologi Perjanjian Baru.  Bandung : Kalam Hidup, 2002.


[1] --------Jurnal Teologi Aletheia – Vol 3 no. 5, ( Lawang : ITA ), hlm. 53.
[3] Teori penebusan seperti yang diungkapkan oleh Alan Richardson, An Introduction to the Theology of the New Testament, ( New York : Harper & Brother, 1958), hlm. 80-81.
[4] Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru, ( Malang : Gandum Mas, 1996), hlm. 444.
[5]  --------Jurnal Teologi Aletheia – Vol 3 no. 5, ( Lawang : ITA ), hlm. 53.
[6] George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru, ( Bandung : Kalam Hidup, 2002), hlm. 412.
[7] Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru, ( Malang : Gandum Mas, 1996), hlm. 447.
[9] Ibid.
[10] --------Jurnal Teologi Aletheia – Vol 3 no. 5, ( Lawang : ITA ), hlm. 53.
[11] Ibid.
[12]  Donald Gutrhrie, Teologi Perjanjian Baru 1, ( Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1992), hlm. 254.
[13] G. Kittel and G. Friedrich, Theological Dictionary of the New Testament, (Abridged edition, Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co, 1985), hlm. 546.

[14]  Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru, ( Malang : Gandum Mas, 1996), hlm. 439.

1 komentar: