Oktober 25, 2010

“Bait Allah” Dalam Kitab Hagai : Makna Teologis dan Aplikasinya Bagi Orang Kristen


I.                   Pendahuluan
Kitab Hagai berisi tentang kumpulan empat Pidato Hagai. Sebagai nabi, Hagai ditugaskan oleh Allah untuk menyampaikan pesan-Nya kepada bangsa Yehuda pada waktu itu. Adapun maksud inti dari tiap-tiap berita yaitu untuk menggerakkan bangsa Yehuda untuk pekerjaan membangun bait suci kembali.
Bait suci dalam Kitab Hagai ini memiliki pesan yang sangat penting dari Tuhan baik dalam konteks zaman dahulu maupun zaman sekarang ini. Untuk itu dalam paper ini penulis akan memberikan keterangan secara deskriptif mengenai kitab Hagai beserta konsep mengenai bait Allah dan memberikan aplikasinya bagi umat Kristen masa kini.

II.                Kitab Hagai
2.1. Penulis dan Kehidupannya
Penulis kitab Hagai adalah nabi Hagai sendiri. Meskipun di dalam Alkitab hanya sedikit sekali informasi yang menerangkan mengenai tokoh penulis tersebut.[1] Sang penulis kitab ini memiliki arti nama “meriah”[2] dan hal tersebut dikarenakan kelahiran Hagai berada pada suatu hari raya keagamaan. Dia mempunyai dua nama jabatan yaitu sebagai nabi (Hag 2:2,11; Ezra 6:14) dan sebagai utusan Tuhan (Hag 1:13). Nabi Hagai ini merupakan nabi yang pertama yang berbicara kepada orang Yahudi yang telah kembali dari pembuangan di Babel.[3] Mengenai kehidupan dari sang nabi ini, dapat dikatakan bahwa dia adalah seorang yang mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan Allah. Sedangkan di dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang nabi, Hagai termasuk ke dalam orang yang “lemah lembut”, maksudnya adalah dia tidak menyampaikan pesan Tuhan dengan menggebu-gebu atau dengan tuduhan yang berapi-api, melainkan ia memberitahukan Firman Tuhan atau nubuatan dengan cara yang baiasa-biasa saja. sehingga banyak orang menganggap dia sebagai seorang guru daripada seorang nabi Tuhan. Dia juga dianggap sebagai seorang diantara kelompok utama orang-orang buangan yang kembali dari Babel yang berdasarkan dekrit Koresy pada tahun 538/7 SM.[4]

2.3. Latar Belakang Penulisan Kitab
Orang-orang Yahudi yang kembali ke Yerusalem yang dipimpin oleh Sesbasar yang bertugas untuk kembali membangun bait Allah.[5] Akan tetapi, ditengah-tengah tugas yang sedang mereka kerjakan tersebut, bangsa-bangsa yang tinggal disekitar orang-orang Yahudi telah membuat mereka kecil hati sehingga pembangunan bait Allah menjadi terhenti untuk jangka waktu yang lama (enam belas tahun). Oleh karena hal itu, Allah mengutus Hagai untuk mendukung semangat orang-orang Yahudi dan mendorong mereka untuk menyelesaikan tugas pembangunan tersebut. Dan pada akhirnya, di bawah pengajaran Hagai, orang-orang Yahudi dapat menyelesaikan pembangunan Bait suci itu dalam waktu empat tahun.
Hagai mendesak orang Yahudi untuk segera menyelesaikan pembangunan bait suci, sehingga dengan demikian dapat untuk memulihkan kembali cara penyembahan mereka yang tradisional.[6]

2.4. Isi Kitab Hagai
Secara umum dapat dituliskan bahwa pengajaran yang disampaikan oleh nabi Hagai sudah termasuk di dalam empat nubuatannya, antara lain:
  1. Pasal 1:1-11, mengenai nubuat untuk membangun rumah Tuhan.
  2. Pasal 2:1-10, mengenai rumah Allah yang megah
  3. Pasal 2: 11-19, mengenai pengajaran-pengajaran imam dan berkat yang tersedia di balik pembangunan rumah Tuhan.
  4. Pasal 2:20-23, mengenai runtuhnya kerajaan-kerajaan dunia.
Mengenai pengajaran tentang Allah, dapat dikelompokkan ke dalam beberapa poin, antara lain:
  1. Tuhan adalah Tuhan semesta alam (Hag 1:2,7,9,14; 2:6-9,11,23).
  2. Tuhan adalah Tuhan yang menuntut (Hag1:2,3; 2:10-14)
  3. Tuhan mengendalikan keadaan ekonomi (Hag 1:5-11)
  4. Tuhan yang menepati janji-janji-Nya (Hag 2:5)
  5. Tuhan adalah Tuhan yang hidup (Hag 2:3-9)
  6. Tuhan memberkati umat-Nya (Hag 2:10-19)
  7. Tuhan memelihara setiap orang (Hag 2:20-23)

III.             Tentang Bait Allah dan Pidato Hagai
3.1. Bait Allah
Kepulangan bangsa Yehuda ke Yerusalem yang berdasarkan keputusan yang dikeluarkan raja Koresy membawa semangat baru bagi bangsa tersebut untuk menjalani kehidupan mereka, bahkan juga, semangat itu semakin menjadi ketika ada perintah mengenai pembangunan bait Tuhan. Setelah pembangunan fondasi bait Allah dapat diselesaikan dengan cepat maka orang Samaria (yang menjadi musuh Yehuda) mencoba untuk menghalang-halangi bangsa tersebut untuk meneruskan pembangunan bait Tuhan (juga tertulis di dalam Ezra 4:1-5). Dan sebagai akibatnya, orang-orang Yahudi menjadi sibuk untuk membangun rumah mereka masing-masing sehingga menyebabkan pembangunan bait Allah terhenti selama enam belas tahun penuh dan hal tersebut telah membuat bait Allah menjadi terlantar dan keadaannya jauh lebih buruk daripada sebelum mereka melakukan pembangunan bait Allah. Dan juga, perlu diberikan catatan pula bahwa, selama bait Allah di Yerusalem belum dibangun, maka tidak ada satupun tempat di dunia di mana Tuhan disembah.[7]
Kejadian yang memalukan ini (karena membiarkan bait Allah hanya berupa fondasi selama enam belas tahun dan tidak mendapatkan penanganan yang baik) ternyata menghasilkan suatu pandangan yang bersifat “ejekan” dari bangsa-bangsa lain yang ada disekitar mereka yang ditujukan kepada orang-orang Yahudi sebab, mereka berpandangan bahwa orang-orang Yahudi tersebut tidak dapat menghargai Allahnya dengan baik. Bangsa-bangsa lain tersebut bertindak demikian sebab pada zaman itu, suatu bangsa dapat dikatakan menghargai allahnya apabila terdapat kuil untuk menyembah allahnya dan seberapa megahnya kuil tersebut.
Nabi Hagai mulai berkhotbah (memulai pelayanannya) yaitu sekitar bulan Agustus dan  November pada tahun 520 SM. Ketika itu, tahta pemerintahan berada pada raja Darius I (Histapes) dari persia yang memerintah pada tahun 522-486 SM.[8] Pada waktu itu Yerusalem masih merupakan suatu masyarakat kecil yang miskin dengan jumlah penduduk kurang lebih sekitar 20.000 jiwa. Pada saat-saat itu juga mereka juga tengah mengalami masa panen yang buruk (banyak dari hasil panen mereka mengalami kegagalan). Jadi, masyarakat pada saat itu merupakan suatu masyarakat yang hidupnya harus bekerja keras untuk dapat mempertahankan hidup.[9] Situasi yang seperti ini juga terlihat di dalam kitab Hagai 1:6 (dan sebagai perbandingannya dapat juga dilihat di dalam Zakharia 1:11). Dengan melihat keadaan yang seperti itulah (kondisi masyarakat yang kualitas karakternya rendah dan perhatian masyarakat yang hanya berpusat pada perbaikan diri sendiri), maka masyarakat juga menjadi tidak bersemangat di dalam mendengarkan khotbah nabi Hagai, apalagi mereka berpendapat bahwa waktu itu bukanlah waktu yang tepat untuk untuk mengeluarkan tenaga dan harta untuk membangun rumah Allah.
Pada akhirnya, pembangunan bait Tuhan ini dapat dimulai kembali pada hari ke-24 bulan ke-6 pada tahun ke-2 pemerintahan Darius (sekitar bulan September-Oktober tahun 520 SM) dan dapat diselesaikan pada hari ketiga dalam bulan Adar dalam tahun ke enam pemerintahan Darius (Februari atau Maret 516 SM, Ezra 6:15), dan ketika perayaan Paskah dirayakan pada bulan berikutnya, bait Allah telah berdiri sebagai simbol kemurahan Allah (Ezra 6:19-22).[10]

3.2 Pidato Hagai
            Kitab Hagai ini berisi tentang empat pidatonya mengenai pembangunan bait suci.
Pidato yang pertama (1:2-11) mengandung teguran dan panggilan untuk kembali membangun bait suci. Kegagalan untuk melanjutkan pekerjaan pembangunan itu dikarenakan penundaan dan pementingan diri sendiri bangsa Yehuda pada waktu itu. Ayat 2, “sekarang belum tiba waktunya untuk membangun kembali rumah Tuhan”. Boleh jadi mereka sedang menantikan suatu wahyu yang luar biasa dari Allah sebelum mereka hendak memulai tugas mereka dan meneruskan pembangunan tersebut. Hampir tidak masuk akal bahwa umat Allah menunggu begitu lama untuk membangun bait Allah.[11] Seharusnya mereka tidak memerlukan perintah yang khusus untuk membangun dan menghiasi rumah Tuhan. Maka dari itu Hagai menghimbau agar mereka mau membangun bait suci dengan kerelaan hati, menurut hati nurani mereka sendiri (ay 5-7). Ada sesuatu yang tidak beres dalam “keadaan” mereka, sebab berkat Allah tidak di atas mereka. Meskipun sekarang mereka tinggal dalam rumah-rumah yang bagus, namun panen mereka hanya sedikit dan kesehatan mereka lemah (ay 6, 9, 10, 11). Mereka telah mengharapkan panen yang melimpah namun mereka telah menuai kurang dari pada yang telah mereka tabur (ay 6). Ketika mereka menyimpan hasil yang sedikit itu di lumbung mereka, Allah telah “menghembuskannya” seolah-olah itu sekam belaka. Allah pun menahan air yang diperlukan dan merintangi hasilnya (ay 10). Allah memanggil kekeringan datang atas negeri itu sehingga penen mereka tidak membuahkan hasil (ay 11). Penyebab semua malapetaka itu adalah sifat mementingkan diri sendiri dan kelesuan terhadap tenggungjawab mereka yang utama kepada Allah. Berkat Allah berupa kemakmuran jasmani bukan saja tidak diberikan, melainkan sebaliknya tangan Tuhan menyiksa mereka.
Pidato yang kedua (2:1-9). “Kuatkanlah hatimu” (ay 5) mengindikasikan bahwa Tuhan meyakinkan mereka bahwa Tuhan akan menyertai mereka (ay 6). Ia bermaksud untuk menggenapi janji-Nya bahwa kemuliaan Tuhan akan memenuhi seluruh bumi. Tuhan menjanjikan suatu masa depan bahwa kemuliaan bait suci itu akan jauh melebihi kemuliaan yang ada pada zaman Salomo (hal ini belum ditepati dalam sejarah, namun penggenapannya pada “akhir zaman”).[12]
Pidato yang ketiga (2:11-20). Hagai mengutip contoh dari dua persoalan hukum berkenaan dengan keadaan rohani bangsa itu. Ia menjelaskan kepada mereka bahwa negeri itu telah dicemarkan oleh kelalaian dan ketidaktaatan mereka sendiri. Sebaliknya, kenajisan hati dan hidup mereka akan menajiskan segala persembahan dan semua pekerjaan yang mereka usahakan (ay 15).
Pidato yang keempat (2:21-24). Pada hari yang sama tatkala dinyatakan berkat-berkat jasmani kepada rakyat itu, Hagai mengumumkan berkat-berkat rohani kepada Zerubabel pribadi sebagai pemimpin bangsa dan wakil keturunan raja Daud. [13]

IV.             Makna Teologis Pembangunan Bait Allah dalam Kitab Hagai dan Aplikasinya
3.1 Makna Teologis
Pusat dari teologi Hagai ini sebenarnya berada pada bait suci.[14] Pada waktu itu (dengan situasi yang terjadi pada orang-orang Yahudi), membangun bait Allah ini mempuyai peranan yang lebih penting daripada membangun sebuah istana karena menggambarkan mengenai tempat kehadiran Allah di bumi. Meskipun pembangunan bait Allah ini tidak sehebat bait suci yang pertama tetapi kemegahannya akan melebihi daripada bait suci yang pertama (fasal 2:10) karena digunakan sebagai tempat untuk melayani Allah.
Tentang janji Allah terhadap diselesaikannya bait suci tersebut adalah mengenai berkat yang akan Allah berikan kepada orang-orang Yahudi, sedangkan mengenai janji damai sejahtera yang dijanjikan oleh Allah yang terdapat dalam nubuatan ini adalah akan digenapi melalui kedatangan Kristus.[15]
Allah menginginkan kehidupan umat-Nya berpusat kepada-Nya. Karena pada zaman PL Bait Suci merupakan lambang kehadiran dan perkenan Allah, maka Allah memerintahkan pembangunan Bait Suci menjadi prioritas utama mereka. Dengan demikian Allah mengajarkan orang Yahudi, dan umat-Nya di segala zaman, bahwa Allah harus menjadi yang paling utama di atas segalanya dan dengan demikianlah Ia akan berkenan kepada mereka dan memberkati mereka.

3.2 Aplikasi
            Bagaimanakah kita dapat menarik pelajaran yang relevan untuk orang Kristen masa kini? Ada dua hal yang dapat ditarik pelajaran dari kitab Hagai ini berkenaan dengan pembangunan bait suci.  
  1. Pembangunan rumah Allah tidak hanya dimaksudkan untuk menyediakan pusat ibadat bagi agama Yahudi. Kitab Hagai memperlihatkan bahwa pembangunan itu dihubungkan dengan janji tentang Penebus yang akan datang. Pembangunan kembali Rumah Allah menujukkan bahwa Allah tidak melupakan keselamatan yang dijanjikan-Nya.
  2. Disamping pengharapan tentang Mesianis, yang paling penting sekali adalah agar orang Kristen mampu medudukkan Allah ditempat yang pertama di dalam hidupnya. Prinsip yang diuraikan oleh Allah ini sudah jelas. Bahkan Yesus pernah berkata dengan begitu jelas “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”. Orang Kristen seharusnya tidak egois dengan mengutamakan kepentingan sendiri.




















Daftar Pustaka

____________, Tafsiran Alkitab Masa Kini 2, Ayub-Maleakhi. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2004.
C. Hassel Bullock, Kitab Nabi-Nabi Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 2002.
Dwi Maria, Diktat Mata Kuliah Tafsir PL III : Nabi-nabi – Hagai.
Frank M. Boyd, Kitab Nabi-nabi Keci. Malang : Gandum Mas, 2006.
J.I. Packer, Merrill C. Tenney, William White, Jr., Ensiklopedi Fakta Alkitab 2. Malang: Gandum Mas, 2001.
John Balchin, Intisari AlkitabPerjanjian Lama. Jakarta: Persekutuan pembaca Alkitab, 2000.
Kenneth L. Baker & John R. Kohlenberger, Zondervan NIV Bible Commentary Volume I, Michigan: Zondervan, 1994.
Leon J. Wood, Nabi-Nabi Israel, Malang: Gandum Mas, 2005.
W.S. Lasor, Pengatar Perjanjian Lama 2. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1994.


[1] Dwi Maria, Diktat Mata Kuliah Tafsir PL III : Nabi-nabi – Hagai.
[2] J.I. Packer, Merrill C. Tenney, William White, Jr., Ensiklopedi Fakta Alkitab 2, (Malang: Gandum Mas, 2001), hlm. 1222.
[3] Frank M. Boyd, Kitab Nabi-nabi Kecil, (Malang : Gandum Mas, 2006), hlm. 137.
[4] ____________, Tafsiran Alkitab Masa Kini 2, Ayub- Maleakhi, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2004), hlm. 712
[5] W.S. Lasor, Pengatar Perjanjian Lama 2, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1994), hlm. 430.
[6] J.I. Packer, Merrill C. Tenney, William White, Jr., Ensiklopedi Fakta Alkitab 2, (Malang: Gandum Mas, 2001), hlm. 1223
[7] Leon J. Wood, Nabi-Nabi Israel, (Malang: Gandum Mas, 2005), hlm. 528
[8] ____________, Tafsiran Alkitab Masa Kini 2, Ayub- Maleakhi, hlm. 712
[9] John Balchin, Intisari AlkitabPerjanjian Lama, (Jakarta: Persekutuan pembaca Alkitab, 2000), hlm. 257
[10] C. Hassel Bullock, Kitab Nabi-Nabi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2002), hlm. 410      
[11] Frank M. Boyd, Kitab Nabi-nabi Kecil, (Malang : Gandum Mas, 2006), hlm. 141.
[12] Ibid, hlm. 143.
[13] Ibid, hlm. 145.
[14] Kenneth L. Baker & John R. Kohlenberger, Zondervan NIV Bible Commentary Volume I, (Michigan: Zondervan, 1994), hlm. 1508
[15] Ibid., hlm. 1509

Tidak ada komentar:

Posting Komentar